RSS

KUMPULAN PUISI GUNUNG SUKATON

Biodata :
Saat ini Gunung Sukaton aktif sebagai Pembina di Yayasan Pendidikan Islam Telaga Kautsar yang didirikannya sejak tahun 2008 bersama teman-teman seperjuangannya. Sejak tahu 2007 tercatat sebagai pendidik di beberapa Sekolah Islam Terpadu, Bogor sebagai pembina Ekskul Menggambar. Karya sastra yang belum sempat diterbitkan adalah Kumpulan Sajak Ayam Jago, dan Kumpulan puisi Perih.




ISTIGHFAR

Astaghfirullah
iman kita ini
ditakar dengan secangkir kopi
dan sepiring nasi
mengerang sepanjang siang
ingin bersetubuh dengan nafsu
berusaha senggama dengan amarah

Astahfirullah
iman kita ini
setara dengan sepotong kemeja
dan setumpuk kerja
menggeliat setiap saat
ingin melafadzkan asmaul husna
tapi tak fana
berusaha bersekutu deng dzat MU
tapi tak tawadlu

Astaghfirullah
iman kita ini
ternyata berhadapn dengan angka
adu tender proyek raksasa
jadi tampak kumal
dilabeli nilai-nilai nominal
harganya sama dengan seonggok gombal

Astaghfirullah
iman kita adalah
budak nafsu yang mudah mengalah
tidak bisa berkata sudah !
pada tawaran hidup mewah
seringkali bertambah serakah
pada kedudukan basah

Astaghfirullah
iman kita adalah
kulit bawang dibibir pedang
adalah kulit ari diujung duri
tergeletak dibawah tanah
tersesat tanpa petunjuk arah
kerontang dilautan pasir
getas diranting kering
faghfirliy,
fainnahu,
la yaghfirudz dzunuuba
illa anta



SEBUAH SUNGAI DI NEGERI KHALTULISTIWA

sungai itu mengalir kuat
dari benak pemikir hebat
mereka berbincang tentang harkat
benang merah dan hakikat
pada samudra yang menggelegak
semuanya bermuara

aku menangkap sebuah gelagat
akan datang air bah yang sangat dahsyat
"siapkan segera perahu Nuh !"
kita akan berlayar sangat jauh
tanah para wali ini sudah terlalu riuh
anak-anak nabi sudah sangat sibuk saling tuduh
mereka jadi sangat gemar membunuh

berkacalah negeri khatulistiwa
pada zaman yang sedang meronta
hari-hari padat dengan pergolakan manusia
ke samudera mana sungai akan bermuara
membawa "perahu Nuh" yang luka
tumpukan kekecewaan dan sedikit asa
sudah sampai dimana kita mengembara
memikul beban amanah
mengalirkan perahu yang semakin sarat
gelombang badai sudah dekat
mungkin kita tidak akan sempat
mencapai bukit terdekat
karena pasangan yang kita muat
sudah sangat sekarat

mereka tidak bisa lagi diharapkan
membangun tatanan baru yang lebih mapan
penyakit yang diderita sudah dangat mengkhawatirkan
masa depan kita tidak bisa kita bayangkan
anak-anak kitalah yang akan melanjutkan

Sirnagalih, 18 Desember 1999


TAHAJUD

Ada kerinduan yang tidak pernah tuntas dalam setiap sujudku
pada tajjali=MU
untuk menghirup udara ma'rifat
dalam kesunyian tahajud
tapi relung jiwa ini terasa sesak
menampung gelombang yang setiap waktu menggelombang
maka ampunilah aku

Pasang surut iman menelantarkan maqom
sejuta peristiwa tidak cukup meredam
pertumbuhan belantara subhat yang kelam
semangat yang terkikis dan dendam
lalu kegetiran dan diam-diam waktu menikam
keterpurukan ummat dalam kebersamaan
menciptakan warna kusam dalam ingatan

Ketika taklid menjadi pilihan beragama
kerinduanku teraniaya sudah
karena shalawat tidak bermakna cinta
karena doa tidak melahirkan taqwa
karena peribadatan menjadi bianglala
sayap azan patah diudara resah
terbukalah beribu pintu dunia
menuju pekat gelita
dimana Engkau tidak lagi esa
aku terperangah seketika
mereka berlomba-lomba menyeretku kedalam khutomah

Nopember '99

KADO
(untuk Yana WS)

Pesan yang aku titipkan, mungkin
tidak pernah sampai padamu
karena salah memberi arti
atau ganti rupa jadi wajah lain
yang mungkin menakutkan

Untuk kali ini
cobalah mengerti
matahari tidak akan punya arti
sebelum bertemu wajah bumi
cahaya manabisa punya makna
tanpa berjumpa dengan gelap

Api punya semangat
semangat punya harapan
harapan punya penantian
penantian punya hidup
hidup punya aku
aku punya Tuhan, Tuhan menciptakan engkau
engkau ...........

Sudahlah bersihkan tanganmu
dari poly ressin filler
tinggalkan sesaat modeling dan casting
atau copper electroplated
dan las patri

Bila esok aku ketuk pintumu
bukan lagi suara serakmu
menyelinap dari lubang kunci
tapi dinamika sosok yang sejati

Desember '98

MENCARI TAUHID

Aku kira engkau Tuhan
ternyata hanya sebuah mitos kekuasaan
aku sangka engkau cahaya
ternyata hanya sebuah kemilau dunia
aku rasa malam
ternyata gelap hatiku kehilangan kalam

Waktu berjalan, zaman berganti
manusia bertambah meniti geberasi
tapi angin
tapi air
tapi udara
bumi ini laut ini, antariksa dan
galaksi lalu tata surya
bima sakti dan ebola
lalu flora dan fauna
laut serta isinya
hutan dan kandungannya
sungai batu dan debu adalah semesta
semuanya berdesak-desakan dalam ingatan
masing-masing menuntut pemecahan
masing-masing saling membukakan jalan

Kulalui perjalanan ruhani
sepi sendiri
diantara pusaran cepat
angin perubahan bagai topan
aku meraba menduga dan terus mencari
dalam hingar bingar taklid
dan gelap subhat
hasbunallah wani'mal wakil
selamatkanlah sekerat daging ini

Nopember '99


BILA NANTI

Dik !
bila nanti
desis bus antar kota
telah membawamu pergi
jauh dari kota ini
kemudian perjalanan waktu
dengan pasti mengaburkan
gambaran wajahku dihatimu
dekaplah semua jejak yang
telah jadi kenangan
lalu semayamkan dalam hatimu
jangan lagi engkau tergoda
untuk menoleh
pada lambayan hatiku yang rawan

Semua senja akan sama
memantulkan kehampaan yang engkau bawa serta
tentu karena semburat cahaya
sudah terlanjur engkau biaskan
mewarnai lukisan maya dipadang jiwa

Tetaplah begitu
aku ingin engkau pelihara
rahasia gelombang yang terkapar diceruk hati
harapan hidupmu yang remaja
ingin kutaburi dengan sejuta warna
tapi untaian waktu begitu rentan
putus pada simpul yang tidak aku duga

Dik !
bila nati
hiruk pikuk terminal kota
menyambut letihmu
rengkuhlah semua wajah yang
sudah lelah menunggu
karena itu adalah wajah rinduku
memantul dari keraguan hatimu

Pada saat itu aku berharap
engkau dapat memberi makna
senja dihatiku
ketika engkau kusuguhi semeja diam
itu adalah sajian terbaik
dari kedewasaan sikap
ah ...pasti engkau mengerti !

Juni '99


TIMOR TIMUR

Setelah engkau lepaskan pelukanmu
dari haribaan nusantara
untuk memilih panji-panji sendiri
maka garuda melayang diuadara kepayahan
sehelai bulunya dicabut kekuatan asing
untuk kepentingan siapa

Lorosae...Lorosae
pertemuan kita adalah luka sejarah
pertumpahan darah abadi sepanjang zaman
akan terus berulang lagi
engkau hanya semburat warna kusam
dari medan pertempuran peradaban
sudah tertulis itu dengan tinta airmata

Lalu bagaimana lagi hatimu dapat kusentuh
ketika pembantaian masal engkau namakan perlindungan
perang saudara engkau hembuskan dan
perbedaan pendapat jadikan bara
maka aroma kematian merebak
dari sekelompok pengungsi kelaparan

Lorosae...Lorosae
kebersamaan kita telah lama usai
tidak dapat dipaksakan dengan kekuatan senjata
ataupun mitos tentara gabungan
kebencian yang dipupuk lewat hitungan masa
telah melumpuhkan mesin kota

Bumi Lorosae terpedaya
dan kota Dili mati
kedamaian tidak dapat digantungkan kepentingan
karena bahasa kekuasaan selalu bernuansa kelabu
kebinasaan tidak dapat ditunda
ini adalah tanda zaman yang renta
dimakan tipu daya

September '99


BULAN DIATAS JAKARTA

Diatas Jakarta yang hingar
lampu-lampu mercuri
jalan layang dan pejalan kaki
seperti bola mainan anaku
warnanya orange labih pudar
ditendang masuk kekolong jembatan



Diantara neon sign billboard berukuran raksasa
engkau sembunyi separuh lagi masih terlihat
cahayamu pucat ditelan kemilau lampu jalan
bagaikan beribu kunang-kunang
merambati jala-jalan kota

Lebih kepinggir sedikit
berceriteralah sekelompok pedagang asongan
tentang cahaya bulan yang pernah menyelinap
masuk dinding rumah bambu dikampungnya

Di Jakarta yang selalu bingar
bulan disundul kondominium
berlantai entah berapa ratus
bayangannya jatuh menimpa titk-titik cahaya
entah kendaraan bermotor hasil mencuri
atau mobil pribadi dapat korupsi

Kepinggir bodoh !, ini Jakarta !

Terkurung gedung-gedung perkantoran
tiang-tiang peyangga beton
para pemburu waktu dan keterasingan
ditabrak sorot lampu ambulance
cahaya bulan semakin loyo

Sampai ditepi kota
perbedaan semakin tajam
pisau belati diudara kebingungan
anak-anak gamang ditepi jalan
udara malam menggigit kulit kaum urban
kelompok marginal yang menjadi denyut metropolitan
warna kemiskinan yang terus dipulas kekerasan
racun dan penipuan

Meskipun oleng bulan terus berlayar
dilautan udara Jakarta
menyaksikan setiap gerak
setiap perubahan
melengkapi warna malam

September '97


PANTAI ANYER

Disini hanya ada angin laut, gelombang
dan terumbu karang
kapan akan menyisir perahu tua
sedang layar tidak lagi berkembang
tiang-tiangnya patah
lampu-lampu badai sudah lama padam
pukat dan jala jadi cendera mata

Laju ombak terhalang perahu wisata
deru motor boat menggantikan teriakan para nelayan
anak-anak pantai jadi lesu mengusung harapan
yang tidak mungkin lagi datang
pantai sudah menjadi keranjang sampah terbesar

O hangatnya rumah-rumah peristirahatan
gemuruh mesin pencetak wisatawan
arus sungai para pendatang
menyerang bagai gelombang
mengangkut sampah segala macam kebisingan
gelisah mengangkut kotoran
kantong-kantong maksiat ditepi jalan

Segala keindahan ini akan rusak pasti
semua ini bukan milik kami
kecipak ikan tidak akan terdengar lagi
senandung para nelayan
hanya igauan para pedagang cenderamata
ditenda-tnda keterasingan
mengurung pantai yang sekarat
hidup kami sudah ditukar
petualangan pencari ikan selesai sudah
sekarang tinggal ceritera

September '97

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 comments:

Gunung Sukaton mengatakan...

Puisi adalah ketajaman jiwa dan rasa, buah dari intuisi yang terasah. menampakan apa yang tersembunyi dari kehidupan

Posting Komentar